Selasa, 30 September 2014

METODELOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita atau dilingkungan kita akan menjadib suatu informasi atau pengetahuan bahkan akan menjadi bagian dari pengalaman hidup kita. Pengetahuan itu bisa dapat berupa pengetahuan fakta (konkret). Pengetahuan dan pengalaman tersebut dapat nantinya dijadikan suatu informasi dalam kehidupan kita.
Pengetahuan secara umum dapat diartikan sebagai suatu hal yang di ketahui namun, pengetahuan yang dalam bahasa Inggris disebut “knowledge” yang artinya suatu pengalaman atau suatu hal yang diketahui dan dipahami oleh seseorang.
Jadi pengetahuan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu yang berkenaan dengan suatu hal. Ilmu dalam hal sebagai ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, yang dimana ilmu pengetahuan mempunyai makna yang luas dan menuntut teknik dan keterampilan berpikir.
Pengetahuan mempunyai beberapa sumber, maka dari itu perlu diketahui apa saja sumber-sumber pengetahuan tersebut.

1.2         Rumusan Masalah
1.2.1        Apa saja sumber-sumber pengetahuan tersebut?

1.3         Tujuan
1.3.1        Agar dapat mengetahui sumber-sumber pengetahuan tersebut.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Sumber-sumber Pengetahuan
Banyak hal yang dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah pengetahuan atau informasi yang berfungsi sebagai penambah wawasan manusia. Wawasan yang dimaksud berkaitan dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari (the real problems). Persoalan tersebut mempunyai berbagai tipe dan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Untuk itu diperlukan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam memecahkan masalah tersebut. Dan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut diperlukan sumber-sumber pengetahuan yang berbeda diantaranya berasal dari pengalaman hidup sehari-hari (experience), pengetahuan dari seseorang yang memiliki kewenangan (authority), pengetahuan yang diperoleh dari hasil berfikir deduktif (deductive thinking), pengetahuan yang didasarkan dari berpikir induktif (induktive thinking) dan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Secara lebih mendalaman sumber-sumber pengetahuan dapat dideskripsikan sebagai berikut :
2.1.1   Pengalaman (Experience)
Setiap orang mempunyai pengalaman pribadi yang berbeda-beda. Kadang kala dengan berbekal pengalaman pribadi atau pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan orang lain, seseorang dapat memperoleh manfaat darinya.
Dengan demikian tidak semua bentuk pengalaman sesuai untuk mengatasi masalah yang kita hadapi. Pemecahan melalui pengalaman pribadi ini memiliki keterbatasan-keterbatasan. Itu dikarenakan karena pengalaman pribadi seseorang berbeda-beda. Walaupun objeknya sama ada kemungkinan hal yang diamati atau yang dialami itu berbeda. Misalnya, dalam pelajaran tembang seseorang yang suaranya bagus bisa saja mekidung dengan suara yang indah namun belum tentu intonasinya tepat. Ia akan bisa mekidung dengan intonasi yang tepat setelah ia belajar dengan orang yang lebih ahli dibidangnya.

2.1.2   Kewenangan (Authority)
Wewenang atau otoritas dimiliki oleh seseorang yang sudah memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Wewenang ini sering juga dipakai sebagai pegangan oleh seseorang dalam suatu usaha memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Misalnya, masalah perbankan yang hanya dipahami oleh orang-orang yang telah mempelajari dan banyak berkecimpung dalam bidang tersebut. Masalah-masalah yang menyangkut atau berhubungan  dengan kewenangan, misalnya terjadi kolusi dan kolusi di sebuah bank atau perusahaan sering kali mengundang perhatian publik. Hal tersebut perlu pembuktian oleh akuntan.
Jika menemui masalah seperti itu sering kali kita meminta pendapat dari para ekonom dan moneter.

2.1.3   Berpikir Deduktif (Deduktive Thinking)
Berpikir deduktif merupakan proses berpikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu. Cara berpikir ini dilandasi dengan suatu sistem penyusunan fakta yang sudah diketahui lebih dahulu untuk sampai pada kesimpulan yang benar. Dasar-dasar berpikir yang dipakai oleh pendekatan ini dilakukan melalui  serangkaian pernyataan yang bertolak dari tiga hal ketiga dasar berpikir tersebut meliputi :
1.             Dasar Pikiran Utama (premis mayor)
Pernyataan yang bersifat umum dan universal, dikarenakan setiap pernyataan (statement) yang diungkapkan mengandung kebenaran umum dan berlaku secara unuversal.


2.             Dasar Pikiran Kedua (premis minor)
Dasar pemikiran kedua mengandung pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian dari premis utama. Kebenaran premis kedua sangat tergantung pada dan menjadi bagian dari premis utamanya. Premis kedua menjadi data pendukung unuk menyatakan kebenaran premis utama.
3.              Kesimpulan (deduksi)
Kesimpulan dibuat bedasarkan kebenaran-kebenaran yang dinyatakan dalam premis-premis baik mayor maupun minor. Apabila premis dan mayor saling mendukung, dimana premis minor menjadi bagian-bagian atau hal-hal khususnya yang mendukung kebenaran premis sebelumnya, maka ad hubungan yang sejalan. Hubungan antara premis mayor dan premis minor secara konsisten dapat mendukung kesimpulan yang dibuat. Kita tidak dapat membuat kesimpulan yang tepat, apabila premis utama dan premis kedua tidak saling berhubungan.

Dalam cara berfikir deduktif apa bila dasar pikirannya benar maka kesimpulan yang dibuat benar.
Contoh :
1.      Premis mayor, aksara vyanjana terdiri dari 5 bagian
2.      Premis minor, kanthya termasuk di dalamnya
3.      Kesimpulan, warga kanthya termasuk salah satu bagian dari aksara wianjana.
Pernyataan dalam premis utama benar bahwa, kanthya merupakan bagian dari aksara vyanjana , bukan sebaliknya aksara vynajana merupakan bagian dari kanthya. Pernyataan bahwa kanthya bagian dari aksara wianjana benar. Dengan demikin pernyataan baik pada premis mayor maupun minornya benar, maka kita dapat menyimpulkan kedua premis. Kesimpulan akan menjadi salah apabila kanthya bukan merupakan bagian dari aksara vianjana, melainkan aksara vianjana yang merupakan bagian dari kanthya.
Berdasarkan contoh diatas jelas bahwa untuk sampai kesimpulan yang benar, maka pada proses berfikir eduktif ini harus didasari pikiran-pikiran yang benar. Namun demikian, tidak semua satu masalah didekati dengan cara diatas kaen sulitnya menetukan kebenaran universal.

2.1.4    Berfikir Induktif (induktive thinking)
Berfikir induktif, yaitu berfikir dimulai dari hal-hal khusus untuk kemudian ditarik menjadi kesimpulan. Dalam berfikir induktif seseorang harus melakukan pengamatan atau observasi sendiri, mencari fakta-fakta untuk mencapai generalisasi. Dalam cara berfikir induktif kesimpulan akan tercapai dengan mengamati contoh-contoh fakta-fakta, gejala-gejala atau obyeknya. Induktif sempurna dicapai dengan cara mengamati semua contoh-contoh yang dijadikan obyek penyelidikan namun, orang hanya  mengamati sebagian kecil saja. Oleh sebab itu, keimpulan yang dicapai dikatakan sebagai induksi tak sempurna.
Contoh1, induktif tak sempurna atau salah apabila proposisi yang dikemukakan sebagai berikut:
Proposisi:
1.      Semua pupuh memiliki padalingsa
2.      Kidung dan pupuh merupakan contoh tembang
3.      Kidung memiliki padalingsa
Kesimplan diatas salah, karena pupuh dan kidung walaupun keduanya adalah bagian dari tembang, tidak Saling berhubungan karena kidung tidak mempunyai padalingsa.
Agar dapat suatu kesimpulan yang baik dan sempurna fakta-fakta khusus yang diamati dan dikumpulkan benar-benar ada keterkaitan. Fakta-fakta khusus ini menjadi data pendukung agar sampai pada pengambilan kesimulan yang benar. Agar kesimpulannya benar, maka proposisinya diungkapkan secara benar pula.
Contoh 2, proposisi dan kesimpulan yang benar sebagai berikut:
Contoh (a)
1.      Pupuh adalah bagian dari tembang
2.      Kidung adalah bagian dari tembang
3.      Oleh sebab itu, pupuh dan kidung adalah bagiann dari tembang.
Contoh (b)
1.      Pupuh adalah bagian dari tembang
2.      Pada umumnya pupuh diatur oleh padalingsa
3.      Oleh sebab itu, alam pembuatan pupuh harus mengikuti aturan padalingsa
Contoh (c)
1.      Purwakaning dan ida ratu merupakan contoh kidung
2.      Kidung tersebut merupakan bagian dari wargasari
3.      Oleh sebab itu, purwa kaning dan ida ratu adalah kidung warga sari
Kesimpulan-kesimpulan tersebut benar adanya karena antara fakta-fakta yang disimpulkanmenjadi dasar untuk menentukan kesimpulan. Hal ini berbeda dengan contoh 1, dimana antara fakta dan kesimpulan tidak ada relefansinya dan bahkan antara premis yang stu dengan yang lainnya tidak saling berkaitan. Dalam artian antara premis mayor dan minor tidak memiliki hubugan yang relefan atau saling mendukung. Dengan demikian, kesimpulan yang diambil menjadi tidak benar.
Berbeda dengan contoh 2, dimana premis mayor dan minor sama-sama benar, sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi benar. Berdasarkan contoh sebelumnya, agar sampai pada suatu kesimpulan yang benar, seseorang has melakukan suatu pengamatan atau penyelidikan dari suatu fakta, gejala, dan obyek yang akan menjadi hasil kesimpulannya.
2.1.5   Berfikir Ilmiah (Scientific Thinking)
Proses berfikir ilmiah adalah proses melakukan penalaran (reasoning) terhadap suatu hal sesuai dengan prosedur ilmiah. Sesuatu disebut ilmiah apabila bisa ditagkap dengan rasio (pikir). Dimana, sesuatu dikatakan rasional apabila dapat diterima oleh akal. Artinya, menurut pertimbangan-pertimbangan akal atau pikiran sehat. Apabila seseorang menghadapi masalah maka untuk memechkan atau mengatasi masalah itudengan menggunakan berbagai cara, slah satunya dengan mengunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah ini, dalam penelitian, biasanya dilukiskan sebagai suatu proses dimana penelitian atau penyidikan ecara induktif melakukan pengamatan, kemudian ia menyusun (jawaban tentatif).
Pendekatan ilmiah menuntut langkah-langkah secara sistemati, obyektif, terukur, teramati (empiris) dan analisi yang kita identifikasi sebagai ciri-ciri pendekatan ilmiah. Dalam pemecahan masalah para ilmuwan, termasuk para pendidik, sering membuat kesimpulan didasarkan pada kombinasi pemecahan masalah secara indukti dan deduktif yang disebut dengan pendekatan induktif-deduktif. Kombinasi pemecahan masalah secara induktif deduktif ini sering disebut dengan penekatan ilmiah.
Dengan pendekatan ilmiah, kita memikirkan apa yang akan terjadi apabila hipotesis benar, kemudian kita melakukan pengamatan secara sistematis atau mengumpulkan data dan kemudian melakukan analisis data. Atas dasar analisis inilah kita dapat membuat keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis. Berdasarkan keputusan itulah kita menolak hipotesis. Berdasarkan keputusan itu juga kita membuat suatu kesimpulan. Artinya kesimpulan dibuat atau diambil berdasarkan hasil keputusan apakah menerima atau menolak hipotesis penelitian.






BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Pengetahuan secara umum dapat diartikan sebagai suatu hal yang di ketahui namun, pengetahuan yang dalam bahasa Inggris disebut “knowledge” yang artinya suatu pengalaman atau suatu hal yang diketahui dan dipahami oleh seseorang.
Ilmu pengetahuan tidak dapat disamakan dengan pengetahuan dikarenakan ilmu pengetahuan mempunyai makna luas dan menuntut teknik dan keterampilan berpikir. Dimana ilmu pengetahuan merupakan suatu usaha manusia yang dilakukan secara terus menerus dan mendalam dengan menggunakan metode berpikir tertentu.
Pengetahuan mumpunyai beberapa sumber diantaranya :
1.      Pengalaman (experience)
2.      Kewenangan (authority)
3.      Berpikir Deduktif (deduktive thinking)
4.      Berpikir Induktif (induktive thinking)
5.      Berpikir Ilmiah (scientific thinking)













DAFTAR PUSTAKA


Setyosari Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.




 

MORFOLOGI BAHASA BALI (PROSES MORFOLOGIS)



KAMBING TAKUTIN MACAN

Ade katuturan satua Kambing takutin Macan. Ade kambing madan Ni Masaba. Ia luas ka alase. Pianakne Mi Wingsali masih bareng luas ka alase. Teked di alase tepukina lantas teken I Macan.
            I Macan ngon nepukin Ni Masaba, ditu lantas I Macan ngomong “ Ih, buron apa saja iba bani mai ka alase? Kai ane kuasa di alase ene”.
            Masaut Ni Masaba “ Ih, iba macan, iba mirib tusing nawang uli awak kaine bisa pesu api, di tanduk kaine Ida Sang Hyang Siwa ane malinggih. Kai kaliwat sakti, tusing buungan iba amah kai”. Ni Masaba ngengkotang tanduk tur makecos.
            I Macan lantas malaib. Tepukina teken I Bojog. I Bojog lantas matakon “Beli, apa krana beli malaib?”
            I Macan masaut, “ Beli jejeh nepukin buron tawah, awakne poleng tur tandukne lanying.”
I Bojog buin ngomong “ Ento sing je lenan teken I Kambing. Tiang mamusuh teken ia. Jalan jani malipetan alih ia bareng-bareng!”
            Masaut I Macan, “beh, yen beli kema tusing buungan beli mati. Cai gancang menek kayu tur elah makecos.”
            I Bajog buin ngomong, “Yen beli sangsaya, jalan tegul bangkiange, kantetang ikuhe.” Munyin bojoge lantas gugune teken I Macan. Ditu pada ngilitang ikuh lan pada negul bangkiang.
            Kacrita jani suba teked di arepan Ni Masabane. Ni Masaba masebeng egar tur mamunyi, “Uh, cai to bojog teka. Dugas caine kalah matoh-tohan, cai majanji nyerahang macan patpat. Ane jani cai mara ngaba aukud. Nah kanggoang embok masih. Embok ngidamang be macan.”
            Mara keto munyine Ni Masaba, kaliwat jejeh I Macan. “Beh, I dewek bayahanga utang teken I Bojog,” keto kenehne I Macan. Ditu lantas ia jeg malaib patipurug. I Bojog bregedega. Maka dadua ulung di jurange nepen batu. Pamuputne mati lantas I Macan lan I Bojog.
            Nah keto tuah, amun apa ja wanenne wiadin kerenge, yening belog sinah lakar nepukin sengkala buka I Macanne.
*                  Morfem Bebas, Morfem Terikat, Wangun Tunggal, Wangun Kompleks, Wangun Asal, Wangun Dasar, miwah Wangun Wanda
1.      Morfem Bebas                      : Morfem sane sampun madue arti yadiapin tan kagentosin antuk wewehan.
2.      Morfem Terikat                     : Morfem sane durung madue arti yening sampun kagempelin rig kruna lingga.
3.      Wangun Tunggal                  : Wangun sane tan mrasidayang kagargarang malih atuk wangun sane alitan madue arti.
4.      Wangun Kompleks               : Wangun kruna lingga sane sampun  polih wewehan kruna marupa kruna tiron, kruna polah, kruna dwi lingga, kruna satma miwah marupa lengkara.
5.      Wangun Asal                        : Wangun sane pinih alit dados asal wangun kruna kompleks.
6.      Wangun Dasar                      : Wangun sane dados dasar antuk wangun kompleks.
7.      Wangun Wanda                    : Kawangun antuk aksara swara (s) miwah aksara wianjana (w).
Contoh       :

1.                 
Madan (WK)

Ma (MT), (WT)      adan (WD), (WA),
                            (WT), (MB)
Madan   : ma-a-dan       : ws-s-wsw

                           
Kaliwat (WK)
Ka (MT), (WT)      liwat (WD), (WA),
                            (WT), (MB)
Kaliwat    : Ka-li-wat    : ws-ws-wsw
                                     
 






2.                   





3.                 
 Malipetan (WK)
Malipet (WK), (WD)    an (WT), (MT)
Ma (WT),(MT)  lipet (WA), (MB)     
Malipetan   : Ma-li-pe-tan  : ws-ws-ws-wsw

                           
Matakon (WK)
Ma (MT), (WT)             takon (WD), (WA),
                                      (WT), (MB)
Matakon  : Ma-ta-kon   : ws-ws-wsw
                                     
Buungan (WK)
Buung (WD), (WA),         an (MT), (WT)
(WT), (MB)                  
Buungan     : Bu-ung-an     : ws-sww-sw
                                          
Tandukne (WK)
Tanduk (WD), (WA),        ne (MT), (WT)
(WT), (MB)                  
Tandukne   : Tan-duk-ne   : wsw-wsw-ws
                                     
Malinggih (WK)
Ma (MT), (WT)             linggih(WD),
                                      (WA), (WT), (MB)
Malinggih   : Ma-ling-gih   : ws-wsww-wsw

Panakne (WK)
Panak (WD), (WA),          ne (MT), (WT)
(WT), (MB)                  
Panakne   : Pa-nak-ne        : ws-wsw-ws
                                     
Mamusuh (WK)
Ma (MT), (WT)      musuh (WD),
                               (WA), (WT), (MB)
Mamusuh   : Ma-mu-suh   : ws-ws-wsw

                           
 








4.                   







5.                   






6.                   







7.                   






8.                   






9.                   






10.             
Kanggoang (WK)
Kanggo (WD), (WA),       ang (MT), (WT)
(WT), (MB)                  
Kanggoang   : Kang-go-ang   : wsww-ws-sww
                                     
 











*                  Pawewehan/wewehan/imbuhan :
1.         Pangater (awalan)                : Wewehan sane magenah ring arep kruna.
a.         Ma + adan                     : madan
b.        Ma + linggih                 : malinggih
c.         Ka + liwat                     : kaliwat
d.        Ma + takon                   : matakon
e.         Ma + saut                      : masaut
f.         Ma + musuh                  : mamusuh
g.        Ma + kecos                   : makecos
h.        Ma + sebeng                 : masebeng
i.          Ma + janji                      : majanji
j.          Ma + lipet + an             : malipetan
2.         Pangiring (akhiran)              : wewehan sane magenah ring pungkur kruna lingga.
a.         Alas + e                         : alase
b.        Panak + ne                    : panakne
c.         Kai + e                          : kaine
d.        Buung + an                   : buungan
e.         Tanduk + ne                  : tandukne
f.         Bangkiang + e               : bangkiange
g.        Ikuh + e                        : ikuhe
h.        Gugu + a                       : guguna
i.          Arep + an                      : arepan
j.          Kanggo + ang               : kanggoang
k.        Ngidam + ang               : ngidamang
l.          Cai + e                          : caine
m.      Wanen + ne                   : wanenne
*                  Anuswara
1.      Nganutin warga aksara.
a.         Tepuk                            : nepuk
b.        Tawang                         : nawang
c.         Penek                            : menek
d.        Tegul                             : negul
e.         Tepen                            : nepen
f.         Pesu                              : mesu
2.      Kruna lingga yening aksarane ring arep aksara swara wenang polih anuswara “ng”
a.         Omong                          : ngomong
b.        Amah                            : ngamah
c.         Aba                               : ngaba
*                  Kruna Dwi Lingga (kata ulang)
1.      Kruna Dwi Sama Lingga
a.         Bareng-bareng
b.        Matoh-tohan
*                  Kruna Satma (kata majemuk)
1.      Kruna Satma Tan Sepadan
a.         Keterangan-Nerangang
-          Buron tawah
-          Awakne poleng
-          Menek kayu
-          Ngilitang ikuh
-          Negul bangkiang
-          Masebeng egar
b.      Nerangang-Keterangan
-          Nepen batu
-          Ngengkotang tanduk
*                  Wewangsan Kruna
1.      Kruna Aran (kata benda)      : Kruna sane nyinahang manusa, sato (buron) miwah barang.
a.       Kruna Aran Sekala (kata benda yang nyata)
-          Kambing
-          Macan
-          Alas
-          Awak
-          Tanduk
-          Bojog
-          Ikuh
-          Bangkiang
-          Batu
b.      Kruna Aran Niskala (kata benda yang tidak nyata)
-          Ida Sang Hyang Siwa
2.      Kruna Kriya (kata kerja)       : Kruna sane nyinahang nyinahang laksana lan gae.
a.       Kruna Kriya Lumaksana (kata kerja aktif)
-          Luas
-          Ngomong
-          Pesu
-          Ngengkotang
-          Makecos
-          Malaib
-          Matakon
-          Masaut
-          Mamunyi
-          Nepen
b.      Kruna Kriya Linaksana (kata kerja pasif)
-          Tepukina
-          Bayahanga
*                  Kruna Pangentos (kata ganti)     : Kruna sane kaanggen ngentosin manusa, buron, miwah barang.
1.      Kruna Pangentos I
a.    Tiang
b.    Kai
c.    Beli
d.   I dewek
2.      Kruna Pangentos II
a.    Cai
b.    Iba
3.      Kruna Pangentos III
a.       Ia
b.      Ni Mesaba
c.       Ni Wingsali
d.      Ida
*                  Kruna Keterangan                      : Kruna sane mirdatayang indik kruna kriya, kruna pangentos miwah kruna wilangan.
1.      Kruna Keterangan Genah (keterangan tempat)
a.       Ka alase
b.      Di jurange
c.       Di alase
d.      Di arepan
*                  Kruna Kaanan                             : Kruna sane mirdayang indik kruna aran.
a.       Kuasa
b.      Jejeh
c.       Kalah
*                  Kruna Sandang                           : Kruna sane ngawinang kruna-kruna lianan dados kruna aran.
1.      Kruna Sandang Wastan Jadma
a.       I
b.      Ni
2.      Kruna Sandang Mautama Niskala
a.       Sang Hyang Siwa
*                  Kruna Sambung                          : Kruna sane kaanggen nyambung makudang-kudang kruna miwah lengkara.
a.    Tur
b.    Lan
c.    Teken
d.   Pada
*                  Kruna Pangarep                          : Kruna sane kaanggen ring arep kruna sane lianan tur sasuratan nyane ka pasahang.
a.    Di
b.    Ka
*                  Kruna Wilangan                          : Kruna sane midartayang akeh wiadin akidik papupulan barang sahananing maurip miwah laksana pakaryan.
1.      Kruna wilangan ketekan
a.       Patpat
2.      Kruna wilangan gebogan
a.       Aukud
*                  Kruna Panguuh (kata seru)
1.      Nyembuhang Rasa
a.       Ih
b.      Beh
c.       Uh
d.      Nah